header-int

Tambang : Antara Manfaat dan Mafsadat Lingkungan

Senin, 30 Jun 2025, 18:04:47 WIB - 12 View
Share
Tambang : Antara Manfaat dan Mafsadat Lingkungan

"Tuhan telah mati" adalah pernyataan terkenal dari filsuf Jerman Friedrich Nietzsche. Ungkapan ini pertama kali muncul dalam bukunya yang berjudul The Gay Science (1882).

Nietzsche adalah seorang aktivis muda gereja yang cerdas, mungkin jika dalam Islam di Indonesia bisa dikatakan sebagai santri. Nietzche adalah santri gereja yang taat pada awalnya, bahkan akademik Nietzsche sangat baik dalam bidang teologi Kristen, oleh karenanya ia melanjutkan studi ke perguruan tinggi untuk mempelajari teologi dan filologi klasik di Universitas Bonn dengan tujuan untuk menjadi seorang pendeta. Namun diperjalanan akademiknya ia tidak melanjutkan studi nya dan memilih untuk berhenti setelah membaca karya David Strauss.

Meskipun sering dikaitkan dengan ateisme, Nietzsche sebenarnya tidak menyatakan bahwa Tuhan tidak pernah ada. Ungkapan ini lebih menekankan pada hilangnya pengaruh dan relevansi Tuhan dalam kehidupan manusia.

Islam adalah agama yang penuh rahmat, penuh kasih sayang, penyempurna agama terdahulu, mengatur manusia dari hal umum hingga khusus. Bukan hanya sebatas tentang ketuhanan dan kemanusiaan, namun juga tentang lingkungan atau alam.

Baru - baru ini Ketua Lakpesdam PBNU masa khidmah 2022-2027, Ulil Abshar Abdala atau biasa disapa dengan Gus Ulil membuat sebuah statement yang kontroversial tentang tambang dan lingkungan hidup. Sebenarnya bagi beliau membuat statement kontroversial bukan kali pertama, apalagi saat awal dikenal sebagai bagian dari JIL (Jaringan Islam Liberal).

Dalam sebuah diskusi publik yang di siarkan kompas TV dalam acara yang dipandu oleh Presenter Senior Rossi Silalahi bersama Juru Kampanye Hutan (Greenpeace Indonesia) Iqbal Damanik, Konon Gus Ulil mewakili dari PBNU sebagai ketua Lakpesdam PBNU (Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). NU sendiri adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia, didirikan oleh para ulama yang visioner, saya pun bagian dari Nadhliyin (sebutan warga NU), namun pernyataan beliau begitu menggelitik hati nurani saya terkait lingkungan hidup, dimana saat beliau diskusi dengan Greenpeace Indonesia yang terkesan mudah menghakimi lawan diskusi dengan label wahabisme dan ekstrimisme ketika tidak sepakat.

Dalam segi ilmu, saya yakin beliau adalah orang yang alim, beliau salah seorang cendikiawan muslim, nasab nya pun sangat bagus dari kalangan ulama besar, bahkan jika berbicara dalil sangat jauh lebih memumpuni beliau dari pada saya, ibaratkan langit dan bumi. Hanya saja bagi pandangan orang awam seperti saya, hal ini sangat kurang sesuai dengan hati nurani dan teks qur'ani.

Saya tidak tahu beliau berbicara demikian atas dasar pribadi atau atas nama organisasi, kekhawatiran saya ialah dari statemen beliau justru menjadi bola panas bagi masa depan NU sendiri. KH. Hasyim 'Asyari mendirikan NU bersama para ulama nusantara tidak lain agar memberikan maslahat untuk umat. Jangan sampai nahdiliyin atau umat islam sendiri yang kemudian menjelma menjadi Nietzche,  yang dimana dalam benaknya sudah tidak lagi percaya akan ulama sebagai pewaris para nabi atau minimalnya meninggalkan NU itu sendiri dan lebih fatalnya jika sudah menganggap Tuhan telah mati, sebab kita sendiri yang telah membunuh relevansi Tuhan pada hati nurani kita akibat dari statmen agamawan, kepedulian terhadap lingkungan dan masa depan alam dan manusia di abaikan. Relevansi dan eksistensi ketuhanan yang berada pada para pemuka agama akhirnya mengalami skeptisme.

Memang tambang memiliki keuntungan yang besar dan manfaat, namun kita telaah kembali dan kita timbang kembali berapa banyak mafsadat yang ditimbulkan dari pertambangan? Apakah bermanfaat untuk seluruh rakyat Indonesia? Atau sekitar tambang? Saya lihat tidak, justru rakyat hanya menerima musibah bencana yang di akibatkan oleh pertambangan, yang menikmati hasil manfaat nya yakni segelintir dari mereka para kaum elite.

Dalam hal ini saya lebih cocok dengan pernyataan Gus Nadir Hosen yang menyatakan " Jika kemaslahatan sejati tidak boleh bertentangan dengan teks agama dan kesepakatan ulama, tambang yang mencederai alam dan menggusur tanah leluhur (tanah adat) juga mencederai peran manusia sebagai penjaga bumi ".

Bahkan Gus Nadir mengutip pendapat dari Imam Al Ghazali dalam kitab Al Mustofa 

“Maslahat yang diakui (mu‘tabarah) adalah yang tidak bertentangan dengan nash atau ijma‘.”

Dari landasan tersebut Gus Nadir berpendapat jika suatu tambang terbukti mencemari lingkungan, merampas tanah adat, dan menghancurkan ruang hidup masyarakat, itu bukan maslahat yang mu‘tabarah, melainkan mafsadah (kerusakan). Tak semua yang menghasilkan uang dan devisa bisa otomatis disebut maslahat.

Sedangkan dalam teks Al Qur'an sendiri, Allah berfirman dengan sangat jelas :

 

"  Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. "

Kemudian jika tokoh agama, pemangku agama telah menyatakan demikian, justru tidak membela pelestarian alam, dan rakyat dibungkam atas nama agama oleh kaum elite agamawan.  Apakah benar yang dikatakan oleh Karl Marx, Jika agama adalah candu, yang memiliki opium untuk membius agar lupa rasa sakit, tidak menyadari sedang ditindas dan dibuat nyaman oleh penderitaan. Di nina bobokan oleh sebuah narasi fantasi, yang kemudian demi menjaga pertambangan yang merusak lingkungan, dengan mudah menghakimi orang lain yang kritis dan peduli terhadap lingkungan dengan sebutan ekstrimisme dan wahabisme? Entahlah, citra NU hari ini sedang tidak baik-baik saja akibat elite struktural NU sendiri yang mblunder. 

Di media sosial baik platfoarm Tiktok, Instagram, dan X (Twitter) telah terbukti NU di plesetkan dengan nama klub sepak bola Newcastle United dengan narasi tidak baik, bahkan digeneralisir dan di goreng oleh orang yang tidak suka dengan Nahdlatul Ulama, jika semua orang NU terkesan primitif dan terbelakang, selalu merasa paling aswaja dan NKRI namun garda terdepan menghancurkannya sendiri. Astaghfirullah....

Sebagai penutup saya kutip sebuah kalimat dari Prof. Nadir Hoseen (Gus Nadir) tentang kritiknya terhadap pernyataan Gus Ulil " Kemaslahatan bukan cuma soal manfaat finansial, melainkan harus diuji melalui prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kemanusiaan. "

Penulis : Tano Hidayatullah, S.Pd

Sumber : https://uday-hidayat.blogspot.com/2025/06/tambang-antara-manfaat-dan-mafsadat-lingkungan.html

logo-footer Madrasah Aliyah Nurul Hikmah Haurgeulis merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang berada di wilayah barat Kabupaten Indramayu, tepatnya berlokasi di Kecamatan Haurgeulis. Sejak didirikan pada tahun 1990 dan memperoleh izin operasional setahun kemudian, madrasah ini telah menjadi pelopor pendidikan berbasis nilai keislaman dan kebangsaan di daerahnya. Momentum bersejarah terjadi saat peresmian madrasah ini, yang secara langsung diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang kala itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU. Kehadiran ulama kharismatik KH. Fuad Hasyim dari Buntet Pesantren Cirebon menambah semarak dan keberkahan dalam peresmian tersebut. Selama lebih dari tiga dekade, MA Nurul Hikmah Haurgeulis terus menunjukkan konsistensinya dalam menyelenggarakan pendidikan berkualitas. Dengan mengintegrasikan sistem pendidikan umum dan pesantren, madrasah ini mengedepankan pembentukan karakter siswa melalui akhlakul karimah, pembinaan intelektual, serta pendalaman ilmu agama yang kokoh. Di tengah arus modernisasi, MA Nurul Hikmah Haurgeulis tetap teguh pada nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin, menjadikannya sebagai lembaga yang tidak hanya mencetak generasi cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan berjiwa kepemimpinan. Mewujudkan Madrasah Yang Beradab dan Berperadaban.
© 2025 MA Nurul Hikmah Haurgeulis | Portal MA Nurul Hikmah Haurgeulis Follow MA Nurul Hikmah Haurgeulis : Facebook Twitter Linked Youtube