
Pada penghujung dekade 1980-an, wilayah Haurgeulis di Kabupaten Indramayu merupakan salah satu daerah agraris yang penduduknya mayoritas berprofesi sebagai petani dan pedagang kecil. Kehidupan masyarakat kala itu masih sangat erat dengan tradisi gotong royong, nilai-nilai kebersamaan, dan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. Namun, akses pendidikan formal, khususnya pendidikan berbasis Islam yang terstruktur dengan baik, masih sangat terbatas.
Pada masa itu, banyak orang tua yang mengirimkan anak-anaknya ke pesantren tradisional di daerah lain seperti Cirebon atau wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena di Haurgeulis belum terdapat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang memadukan kurikulum formal dengan pendidikan pesantren secara terpadu. Kondisi ini menimbulkan kerinduan akan hadirnya lembaga pendidikan Islam yang bukan hanya menjadi pusat transfer ilmu, tetapi juga pusat pembinaan akhlak dan penguatan keimanan.
Ide mendirikan madrasah ini muncul dari seorang tokoh agama bernama KH. Mukhtar Dahlan dengan dibantu masyarakat sekitar, dan Ustadz muda asal Blitar pada saat itu, yakni KH. Mundzir Mahmud. Beliau (KH. Mukhtar Dahlan) sering melakukan syiar agama Islam dengan sepedanya dan alat speaker (biasa disebut TOA) keliling kampung serta mengadakan musyawarah di masjid-masjid kampung untuk membicarakan rencana pendirian. Tidak jarang, musyawarah tersebut berlangsung hingga larut malam, diiringi doa bersama agar niat luhur ini mendapat ridha Allah SWT. Sumbangan material datang dari warga sekitar yang dengan sukarela, hingga tenaga untuk pembangunan ruang belajar sederhana.
Momentum bersejarah terjadi saat peresmian madrasah ini, yang secara langsung diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang kala itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU. Kehadiran ulama kharismatik KH. Fuad Hasyim dari Buntet Pesantren Cirebon menambah semarak dan keberkahan dalam peresmian tersebut. Selama lebih dari tiga dekade, MA Nurul Hikmah Haurgeulis terus menunjukkan konsistensinya dalam menyelenggarakan pendidikan berkualitas.
Sejak diresmikan pada tahun 1990, Madrasah Aliyah Nurul Hikmah Haurgeulis menapaki perjalanan panjang dengan segala dinamika dan tantangan yang mewarnai setiap langkahnya. Dalam rentang waktu lebih dari tiga dekade, madrasah ini telah melewati berbagai fase penting yang menandai transformasi dan kematangannya sebagai lembaga pendidikan Islam yang progresif namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai tradisi keislaman.
1. Periode Awal (1990–2000): Merintis dengan Keterbatasan
Pada dekade pertama, Madrasah Aliyah Nurul Hikmah berada pada fase perintisan. Saat itu, jumlah guru dan tenaga kependidikan masih sangat terbatas. Beberapa guru merangkap mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Dengan latar belakang pendidikan keagamaan yang kuat, para pendidik men-darmabaktikan ilmu dan waktunya tanpa memikirkan imbalan materi yang memadai.
2. Periode Konsolidasi dan Peningkatan Mutu (2000–2010)
Memasuki awal milenium baru, Madrasah Aliyah Nurul Hikmah mulai menunjukkan perkembangan signifikan. Dukungan masyarakat semakin kuat, ditandai dengan semakin banyaknya orang tua yang mempercayakan pendidikan anak-anak mereka di madrasah ini. Pada masa ini, pengelola madrasah mulai melakukan perbaikan sarana prasarana secara bertahap, dan peralihan gedung pun terjadi, yang tadinya berlokasi menyatu dengan MTs Nurul Hikmah yang berada di Desa Sukajati kemudian berpindah mendirikan gedung sendiri di Desa Haurkolot. Selain pembangunan fisik, peningkatan kapasitas tenaga pendidik menjadi prioritas. Dengan demikian, kualitas pembelajaran pun semakin terjamin, mengimbangi tuntutan zaman yang kian kompleks.
Periode ini juga ditandai dengan penguatan identitas madrasah sebagai lembaga yang memadukan pendidikan umum dengan kurikulum pesantren. Kegiatan ekstrakurikuler mulai dikembangkan, di antaranya pembelajaran tata Bahasa arab seperti Nahwu Shorof, muhadharah (latihan pidato), hadrah (seni musik Islami), serta pramuka yang menanamkan disiplin dan jiwa kepemimpinan.
3. Periode Modernisasi dan Inovasi (2010–2020)
Pada dekade ketiga, Madrasah Aliyah Nurul Hikmah semakin matang dengan transformasi pada namanya ditambah dengan nama daerah yakni Haurgeulis, sehingga menjadi satu kesatuan bernama MA Nurul Hikmah Haurgeulis.
Tantangan globalisasi dan digitalisasi menuntut lembaga pendidikan untuk adaptif. Madrasah ini pun tidak tinggal diam. Berbagai terobosan dilakukan agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman, tanpa kehilangan jati diri sebagai lembaga pendidikan Islam.
Salah satu langkah penting adalah pengadaan laboratorium komputer sederhana, perpustakaan yang lebih memadai, serta pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran. Guru-guru mulai memanfaatkan perangkat digital untuk mendukung proses belajar mengajar, seperti proyektor, laptop, dan materi ajar berbasis multimedia.
4. Periode Akselerasi Menuju Madrasah Berbasis Literasi dan Digital (2020–Sekarang)
Memasuki dekade keempat, tantangan semakin kompleks. Pandemi global COVID-19 yang melanda pada 2020 menjadi ujian besar bagi dunia pendidikan, termasuk Madrasah Aliyah Nurul Hikmah Haurgeulis. Di masa awal pandemi, pembelajaran jarak jauh menjadi tantangan yang tidak mudah. Keterbatasan fasilitas internet yang dimiliki peserta didik dan perangkat digital sempat membuat proses belajar mengajar terhambat.
Namun, berkat semangat gotong royong, madrasah mampu beradaptasi dengan cepat. Guru-guru mengikuti pelatihan daring, orang tua mendukung dengan menyediakan fasilitas belajar di rumah, dan para siswa belajar menyesuaikan diri dengan teknologi. Pembelajaran berbasis literasi digital pun semakin diperkuat hingga hari ini.
Kini, madrasah terus berbenah mewujudkan visinya yakni AIR (Aktif, Inovatif dan Religius) menuju cita-cita menjadi Madrasah Beradab dan Berperadaban. Visi Misi ini diterjemahkan ke dalam program-program unggulan seperti peningkatan literasi baca tulis, penguasaan teknologi informasi, serta penguatan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Para guru secara rutin mengikuti workshop pengembangan profesionalisme, sementara siswa didorong aktif dalam forum-forum ilmiah maupun lomba-lomba yang menumbuhkan daya saing.
Kisah Alumni: Jejak Para Lulusan Madrasah Aliyah Nurul Hikmah Haurgeulis
Di balik tembok-tembok madrasah yang sederhana namun penuh keberkahan, ribuan santri telah menimba ilmu, menegakkan shalat berjamaah, menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, serta mengasah intelektualitas melalui pelajaran umum dan diskusi. Mereka datang dari berbagai latar belakang keluarga, sebagian besar dari keluarga petani, pedagang kecil, buruh tani, hingga yatim piatu yang dititipkan agar tumbuh menjadi insan berilmu dan berakhlak mulia.
Tak terhitung kisah para alumni yang kini berkiprah di berbagai bidang, menjadi bukti nyata bahwa Madrasah Aliyah Nurul Hikmah Haurgeulis bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi kawah candradimuka yang menempa generasi dengan jiwa kepemimpinan, keikhlasan, dan semangat mengabdi.